Abstract Harun Nasution is known as a pioneer of academic Islamic stu dies in. Indonesia, including the study of Islamic mysticism. However, H.M. Rasjidi. criticized Harun Nasution. H.M. Rasijidi Wonogiri- Budayawan Nasional Emha Ainun Najib alias Cak Nun, Jum'at malam (04/05) di Alun-alun Giri Krida Bhakti Wonogiri, dalam acara "Sinau Bareng Cak Nun" menyampaikan bahwa di Indonesia yang mayoritas agama muslim.Kita mengkritik antar umat beragama boleh, tapi kita tidak mempunyai hak untuk memaksa agama orang lain karena agama adalah hak asasi manusia. PendulumJilbab. Belum lama ini Yogyakarta dihebohkan oleh kasus seorang siswa sekolah menengah yang di- bully oleh lingkungan sekolah negeri karena belum mau mengenakan jilbab. Karena tekanan bulliying ini demikian hebat membuat pelajar sekolah menengah ini trauma dan mengunci dalam kamar mandi sehingga diperlukan pendampngan psikologi untuk HIDAYAHmenurut Cak NunSelamat menyaksikan Dukung terus ya chanel ini jangan lupa SUBSCRIBE LIKE dan SHARE ya#statuswa#caknun AlKahf (18): 83-98 dalam kitab al-Fann al-Qasas fi al-Qur'an al-Karim. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. A. A'yuni, Ita Qurrota (2021) Pengaruh media video pembelajaran terhadap motivasi belajar anak usia dini di RA Hidayatul Muta'allimin Desa Brumbun Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan selama masa pandemi covid-19. Wahidiyah- Di dalam Wahidiyah meliputi Sholawat, pengamalan, mujahadah, Ajaran, dan lembaga organisasinya, ada beberapa hal dan istilah yang belum dikenal oleh umat Islam pada umumnya, sehingga ketika disampaikan sering terjadi salah faham yang bisa meresahkan di masyarakat, lebih-lebih ketika penyampaiannya kurang mendasar dan kurang Jawabannyaada dalam"Shalawat Global" made in Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), budayawan asal Jombang, Jawa Timur - satu daerah dengan dukun cilik Ponari dan tukang jagal Ryan. Shalawat ini mencuat setelah video pementasannya di depan jamaah Pengajian Tombo Ati disebarluaskan di internet. caknun ceramah sedulur papat . ILMU SEDULUR PAPAT PENJAGA GAIB. March 31, Amaliyah itu lebih mudah bagi saya dalam memahaminya sekaligus mencari referensinya.Sedangkan amaliyah yang berbahasa daerah sangat sukar bagi saya dalam mengartikannya.Paradigma ini terpatahkan ketika saya mulai mondok di jawa tengah dan bergaul dengan kawan WURn. Sleman, NU OnlineMaraknya kelompok-kelompok minoritas yang dengan murah mengobral istilah-istilah seperti bid’ah, haram, dan bahkan mengkafirkan orang-orang di luar kelompoknya, membuat Emha Ainun Nadjib yang kerap disapa Cak Nun angkat acara bertajuk “Ngaji Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng” di lapangan Baratan Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Jumat 04/10, Cak Nun menjelaskan beberapa tradisi keagamaan yang biasa dilakukan waraga NU dan kerap dianggap bid’ah oleh beberapa kelompok, seperti Tahlilan, Yasinan, Kenduri, dan Sholawatan. Cak Nun mengawali dengan menjelaskan tentang Tahlilan. Secara bahasa, Tahlil memiliki makna menyatakan Allah sebagai Tuhan dengan ucapan Laa ilaaha illallah. Sedangkan Tahlilan, di dalamnya mengandung unsur budaya, yakni kegiatan yang sering diadakan untuk mendoakan secara bersama-sama orang yang telah meninggal. Kalimat Laa ilaaha illah itu sendiri ada lanjutannya, yaitu Muhammadun Rasulullah. Artinya bahwa di dalam tradisi Tahlilan, tidak hanya mengakui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai Rasul-Nya, melainkan juga mengakui bahwa semua adalah ciptaan dan rahmat Allah SWT. “Yang tidak boleh itu jika Tahlilan di dalam sholat. Batasannya yang penting Tahlilan bukan dianggap sesuatu yang wajib, itu yang tidak boleh. Tahlil itu wajib, kalau Tahlilan itu yang tidak wajib,” tandas Cak tradisi Yasinan, Cak Nun menganalogikannya dengan berkata, “Lawong membaca koran saja boleh kok, apalagi membaca Yasin yang merupakan salah satu surah di dalam Al-Qur’an,” ujar Cak Nun yang segera disambut gelak tawa para Kenduri merupakan wujud syukur seseorang dengan cara memberikan sedekah berupa makanan kepada tetangganya, asalkan tidak memberatkan dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang wajib, apalagi jika sampai hutang tetangga untuk melaksanakannya. “Jadi yang mau ngadakan Kenduri ya monggo, yang tidak juga monggo,” ucap Cak Cak Nun menjelaskan tentang tradisi Sholawatan dan puji-pujian yang banyak dilakukan di Masjid-masjid. Dalam Al-Qur’an Allah telah berfirman “Innallaha wa malaikatahu yusholluna alan nabi, ya ayyuhalladzina amanu shollu alihi wa sallimu tasliman”.Jadi, lanjutnya, Allah dan malaikatNya saja sudah nyata-nyata bersholawat kepada Nabi Muhammad, maka manusia yang hanya seorang hamba tentu juga tidak ada masalah jika bersholawat kepada Nabi.“Tidak apa-apa melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi, asalkan tidak melanggar syari’at. Bid’ah itu kan ketika ibadah mahdhah yang berjumlah lima yakni Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji itu ditambah-tambah atau diubah, di luar lima itu silahkan, tidak apa-apa. Ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang ibadah mahdhah hanya 3%, sisanya 97% itu tentang ibadah mu’amalah,” papar Cak Nun panjang Cak Nun menekankan bahwa boleh tidaknya sesuatu itu terletak pada niatnya. Barang baik, lanjutnya, jika tidak diletakkan pada tempat yang tidak sesuai maka akan dapat menjadi tidak itu, Cak Nun juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu. Menurut Cak Nun, sekarang ini sedang ada tiga negara besar dengan sokongan dana melimpah yang sedang ingin menghancurkan Indonesia. Mereka mengirimkan agen-agen untuk melakukan infiltrasai ke tengah warga Islam di Indonesia. Menurut dia, tujuan mereka sangat jelas, yaitu ingin memecah persatuan umat Islam di Indonesia untuk kepentingan Cak Nun menyampaikan bahwa tidak ada seorang pun yang berhak mengkafirkan orang lain, “Tidak ada yang berhak mengkafirkan seseorang kecuali Allah, karena yang tau orang itu kafir atau tidak hanya Allah,” pungkasnya di hadapan ribuan hadirin dari warga desa dan elemen Muspida Sleman malam itu. Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib Surabaya, NU Online Majelis Ulama Indonesia MUI Jawa Timur akan mempelajari kasus pengajian Jemaah Wahidiyah yang digelar di Dusun Sumber Wangi Satu, Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Minggu 11/10 lalu. "Kami perlu mempelajari kasus itu sebelum menentukan sesat atau tidaknya ajaran tersebut," kata Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Bukhori di Surabaya, Kamis 15/10. Abdusshomad menjelaskan ada 10 kriteria yang dijadikan petunjuk oleh MUI dalam menentukan apakah sebuah ajaran agama sesat atau tidak. Kesepuluh kriteria yang dianggap melenceng tersebut di antaranya mengakui ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW, mengafirkan orang Muslim, ada wahyu lagi selain wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah, dan menganggap Alquran sebagai budaya. "Apabila sebuah ajaran memenuhi 10 kriteria itu, maka dapat dianggap sebagai ajaran yang menyesatkan," katanya. Sebelumnya masyarakat membongkar paksa tempat pengajian para pengikut ajaran Wahidiyah di Desa Bandaran yang menghadirkan Abdul Latif selaku pengasuh Pondok Pesantren PP Al-Munadharah, Kedunglo, Kota Kediri, Ahad 11/10 malam. Warga tidak terima kehadiran pengikut Wahidiyah, dan langsung membongkar paksa panggung pengajian itu. Meskipun demikian, kegiatan yang menitikberatkan amalan selawat tersebut tetap digelar. Hanya tempatnya dipindahkan ke belakang madrasah di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan. Warga Desa Bandaran menganggap ajaran Wahidiyah menyimpang karena pada saat pembacaan selawat dan zikir, para jemaah melakukannya sambil menangis. Jemaah Wahidiyah berpusat di Kedunglo, Kota Kediri dan memiliki cabang hingga Singapura, Malaysia, Filipina, dan Australia. Dalam insiden di Pamekasan, polres setempat menerjunkan 50 personel, yakni dari Polsek Tlanakan, Polsekta Pamekasan, dan Polsek Proppo untuk mencegah kemungkinan terjadi tindakan anarkhis dari warga. ant